Dari sekian banyak buku tentang Surabaya, buku ini berani tampil beda. Menggunakan dua bahasa -Inggris dan Indonesia, buku ini bukan hanya beda di tampilan fisik, tapi juga isi. Kesan saya: serius namun ringan, mendalam namun tidak membosankan. Topik-topik yang diangkat tak seperti topik buku pasaran tentang Surabaya. Penyajiannya pun beda.
Sebut saja tentang ‘Pesona Stren Kali’ yang diangkat Gatot Subroto dan Gunawan Tanuwidjaja. Saya pastikan tulisan yang disajikan dari hasil penelitian panjang dan mendalam, tentang kampung-kampung di pinggir kali. Atau ‘Fashion & Mall’ yang ditulis begitu menggelitik oleh Andrea Kristatiani dan Felkiza Vinanda. Dua penulis muda ini tak hanya ‘ubek’ di beberapa mall Surabaya untuk mencari kekhususan masing-masing mall, tapi juga menyajikan ilustrasi tulisan yang segar. Ilustrasi yang mungkin sulit ditemukan di media mana pun.
Pada ‘Pasar (Loak) Gembong’ tak hanya dikisahkan tentang pasar, tapi juga dilengkapi dengan ilustrasi peta tempat dan jenis barang yang dijual. Bahkan pembaca disuguhi ilustrasi jenis pembeli di pasar barang bekas tersebut. Ilustrasi yang ‘unyu’ dan menerbitkan senyum. Artikel Surabaya Tempo Dulu tampil dengan topik ‘Tram Soerabaia’ yang merupakan penelusuran trem listrik dan uap yang pernah ada di Surabaya oleh Mohammad Firman dan Ayos Purwoaji. Ilustrasi tremnya keren, dan tulisan penutup tentang ‘Sang Penjaga Api’ oleh Ayos amat humanis.
Ada juga kisah tentang ‘Tuna Netra’ di Surabaya yang merasakan belum ramahnya sikap infrastruktur kota metro ini terhadap mereka. Juga ‘Pasar Atom’ yang berbeda dengan ‘mall’ oleh para pemilik toko dan pandangan masyarakat umumnya.
Bagaimana menikmati Surabaya dengan ‘Berjalan kaki’ dapat menjadi panduan pembaca jika ingin menyelami kota ini, lengkap dengan jalur-jalur menarik yang bisa ditempuh. Anitha Silvia dari ‘Manic Street Walkers’ menyajikannya secara ringkas, jelas, dan padat, sehingga tak berkesan membingungkan. Lalu Antonio Carlos dari ‘Haphap’ mengupas kuliner langka Surabaya lewat Iwak Pe, Sate Karak, dan Rujak Sayur Asin. Pilihan tema yang tak biasa dibanding rujak cingur, tahu campur, semanggi, atau lontong kupang.
Buku ini juga dilengkapi direktori ruang berbagi dan buku-buku yang mengupas tentang Surabaya. Jadi mempermudah mereka yang mau tahu dan ingin mencari informasi tentang Surabaya. Tentu saja, topik di buku tidaklah lengkap mengupas kota pahlawan, namun saya pikir si empunya program, Ayorek dan Rujak Center for Urban Studies akan menelurkan seri selanjutnya usai penerbitan buku pertama ini.
Kalau ada hal yang kurang dalam buku ini, menurut saya adalah penulisan yang kurang memperhatikan EYD dalam versi Indonesia, tentu saja. Paling banyak penggunaan kata ‘disini, disini, diatas, dijalan, dimana, disebelah’. Beberapa penulis tampaknya belum dapat membedakan antara di sebagai imbuhan (awalan) dan di sebagai kata keterangan tempat. Padahal ini pelajaran bahasa Indonesia sangat ‘Sekolah Dasar’. Belum lagi kesalahan menuliskan kutipan, istilah (misalnya salah ‘jujugan’ padahal maksudnya mungkin ‘salah satu ‘jujugan’), kapan harus menggunakan kalimat yang dicetak miring, dan sebagainya.
Sayang sekali kalau kesalahan redaksional terasa mengganggu dalan membaca jurnal apik tentang Surabaya ini, padahal ada editor yang ditugaskan untuk menyunting naskah buku. Saya berharap pada penerbitan edisi lanjutannya, kesalahan ini tak diulangi.
Selamat membaca dan menikmati Surabaya,
catatan: untuk pembelian, bisa hubungi link http://c2o-library.net/2013/12/ayorek-toekoeo/
johanesjonaz said:
hohohoho resensi tajam.. setajam silet hehehhhe
ary amhir said:
sik tajam pemes 😀
Joko Prayitno said:
Menarik….:)
ary amhir said:
bukunya memang menarik, ilustrasinya menggoda
Adie Riyanto said:
Hahaha, ulasan yang menarik. Mbak Ary ini ternyata ceriwisnya sama kayak saya kalo urusan tata bahasa dasar. Tapi saya ceriwis tentang tata bahasa itu buat mereka2 yang udah biasa nulis tapi masih salah2 juga lho, tapi kalau yang baru mulai belajar nulis, saya sih cuek2 aja mbak.
ary amhir said:
kalo sudah jadi buku dan dipublikasikan ke luar berarti kan serius nulisnya mas hehehe… apa kabar aceh?
Adie Riyanto said:
Lah, kok Aceh, aku kan domisili di Jakarta mbak. Yang di Aceh itu namanya Ari Murdianto mbak, dia temenku juga sih ;'(. Btw, di mana bisa beli buku ini?
ary amhir said:
weh.. maaf,kupikir di aceh.
coba hubungi c2o via facebook. kayaknya c2o nitip buku ini di beberapa toko buku/galeri di kota-kota besar seperti jakarta, bandung, jogja. tapi ga nitip di toko buku seperti gramed, karena potongannya bisa sampai 50% hehe. buku ini juga dijual di singapura. ilustrasinya memang kreatif kok.