Tags
Kesimpulan ini saya ambil berdasarkan hasil ngobrol-ngobrol dengan para pejalan asing, baik kawan-kawan couchsurfing (CS) yang mampir di rumah, maupun para pejalan yang saya temui sepanjang perjalanan. Kawan pejalan ini umumnya jenis ‘long term traveler’, jadi mereka yang melakukan perjalanan bukan dalam waktu singkat, seminggu dua minggu atau sebulan dua bulan, tapi tahunan. Paco dari Prancis misalnya, sudah hampir 20 tahun keliling dunia, sementara Louis yang saya jumpai di Chiang Mai, hampir 9 tahun berpindah dari satu negara ke negara lain.
Iseng saya tanya kepada mereka, apa mereka pernah mengunjungi Indonesia? Jika mereka menjawab iya, tempat apa yang paling menarik perhatian mereka? Apa rekomendasi mereka bagi pejalan lain jika mengunjungi Indonesia, dan sebagainya. Tentu saja kuis berisi pertanyaan iseng ini saya lakukan dalam waktu bulanan, saya lontarkan kepada mereka yang saya temui. Kesimpulan ‘kuis berhadiah’ ini, mungkin berguna bagi Anda, para pejalan, dan mungkin dapat menjadi bahan renungan atau pembelajaran buat pelaku pariwisata. Buat yang nekad menuju tempat-tempat yang dihindari pejalan asing tersebut, Anda membutuhkan tip tertentu.
Hal pertama yang saya amati, para pejalan kenalan saya ini mulai membuang buku panduan wisata ‘lomely planet’. Andai mereka memegang lonely planet, yang mereka gunakan adalah peta tempat. Mereka lebih memilih rekomendasi dari sesama pejalan, atau orang lokal, tentang tempat-tempat yang harus dan jangan dikunjungi. “Terlalu banyak orang berpegang pada lonely planet,” kata Paco, sehingga tempat apa pun yang direkomndasikan oleh lonely planet, sudah mirip kiblat turistik.