Tags
Jumat malam, dua pesan masuk di ig saya. Satu berbahasa inggris dari seorang lelaki dengan akun hadi.l2749. Dia meminta bantuan susu bayi dan popok untuk anaknya yang berumur setahun. Dia berkisah hidupnya berada di bawah nol, dengan 4 anak, kini mengungsi di RS Eropa dekat Khan Yunis. Dia tak memberi akun bank untuk transfer atau no. ponsel. Baru setelah saya minta, dia memberi saya no.ponsel beserta nama aslinya.
Tak berapa lama seorang perempuan dengan akun roba_maher_0 mengirim saya pesan yang sama. Kali ini dalam bahasa Arab. Dia menceritakan kondisinya. Bersama suami dan kelima anaknya mengungsi -lagi-lagi- di RS Eropa. Bayinya berumur 5 bulan, sudah 2 bulan tak mendapat pasokan susu maupun popok. Bayinya menderita sesak napas. Sudah sebulan dia mengungsi di RS Eropa, dan tak satupun bantuan kemanusiaan datang ke sana. Dia memberi saya no.WA tapi tidak rekening bank.
Mungkin keduanya mengira saya warga Arab atau pekerja kemanusiaan di Gaza. Saya katakan kepada kedua pengungsi itu bahwa saya orang Indonesia, yang berdonasi kepada lembaga kemanusiaan asal Indonesia untuk Gaza. Saya hanya dapat membantu menyebarkan informasi tentang mereka kepada lembaga-lembaga kemanusiaan yang saya tahu.
Malam itu saya gundah. Walau telah meninggalkan pesan di halaman blog Mer-C atau handsfoundation agar menyisakan susu saat beraktivitas di Khan Yunis, menghubungi pekerja kemanusiaan asal Gaza yang selalu mengunggah aktivitas kemanusiaan mereka di medsos, saya sungguh merasa tak berdaya. Saya tak punya kemampuan untuk langsung membantu. Saya yakin masih banyak pengungsi di RS Eropa yang mengalami nasib serupa. Bantuan yang masuk, baik lewat lembaga atau perseorangan, hanya melayani sebagian kecil pengungsi, mungkin tak sampai 5 persen. Dan genocide terus terjadi.
Continue reading